Custom Search

Rabu, 26 November 2008

Teknik Persidangan

Istilah persidangan atau rapat terkadang digunakan untuk pegertian yang sama. Namun sering juga tidak dapat dipersamakan begitu saja. Bagaimana kaidah kedua istilah tersebut kita serahkan saja pada ahli bahasa. Untuk memudahkan perbincangan kita dalam memahami bentuk dan metode persidangan, kita dapat berangkat dari kalimat “suatu rapat mungkin terdiri dari satu persidangan, tetapi ada juga rapat yang terdiri dari banyak persidangan dengan satu atau banyak metode”. Contoh: Rapat Pengurus PNB Daerah, sidang dengan berbagai metode : Sidang Pleno, Sidang Komisi, Sidang Panitia Kerja, dan Sidang Panitia Khusus. Walaupun sebenarnya semua bentuk/ metode persidangan tersebut sangat jarang sekali dipakai. Untuk itu dalam memudahkan kita untuk melaksanakan suatu persidangan kita bisa mengenal beberapa bentuk persidangan/ rapat yang sering dilakukan secara umum dan metode/ tehnik yang sering dipakai.

Beberapa bentuk persidangan yang dikenal :
1. Kuliah (Lecture)
Adalah persidangan dengan seorang pembicara di hadapan pendengar. Digunakan :
a. Bila ingin memberikan informasi
b. Jika pendengar sudah termotifasi
c. Apabila pembicara seornag ahli dan pandai menggunakan ilustrasi
d. Apabila kelompk pendengar terlalu banyak.
e. Apabila ingin menekan / menguatkan apa – apa yang telah dibaca oleh pendegar.

2. Diskusi Kelompok
Adalah suatu perbincangan yang terencana dan tersusun diantara tiga orang atau lebih dengan suatu topik tertentu dan pembicaraan dilakukan secara terpinpin.
Digunakan :
a. Jika ingin melakukan pendekatan yang demokratis.
b. Jika ingin melakukan atau mengibarkan ide atau informasi.
c. Jika kita ingin membicarakan suatu masalah kepada anggota dan meningkatkan penghayatan dan tanggung jawab terhadap masalah tersebut.
d. Jika kita ingin mengembangkan suatu titik pandang.
e. Jika kita ingin mengembangkan kepemimpinan.
Ciri – ciri :
- Ada kontak emosional yang tinggi dan kemungkinan saling mempengaruhi diantara anggota.
- Bersifat informal dan santai.
- Anggota dapat diarahkan untuk berfikir secara kelompok, mengembangkan kerja sama dan menghilangkan perbedaan.

3. Panel diskusi
4. Simposium
5. Wok Shop
6. Brain Storming
7. Debate
8. Roll Playing
9. dll







Persidangan yang buruk.
Berikut ini adalah daftar beberapa keluhan yang sering terjadi dalam suatu persidangan/ rapat. Berikan tanda √ pada bagian yang sesuai dengan pengalaman anda dalam melaksanakan suatu rapat.

□ Orang yang mengundang anda tidak hadir.
□ Peserta terlambat
□ Peserta tidak hadir.
□ Peserta terlalu cepat meninggalkan persidangan.
□ Peserta melamun, memikirkan hal lain yang dapat mereka lakukan atau bahkan tertidur.
□ Terlalu banyak peserta yang berbicara pada saat bersamaan.
□ Pembicaraan didominasi oleh seorang atau beberapa orang saja.
□ Pemimpin mendominasi.
□ Para pesertsa saling menyerang pribadi peserta lain.
□ Tak ada satupun pokok persoalan yang dapat diselesaikan.
□ Bertele – tele.
□ Mengambang
□ Protes : Salah satu atau beberapa peserta meninggalkan ruangan.
□ Sebagian peserta tidak dapat menerima keputusan.
□ Terjadi kontak fisik, lempar sepatu, lempar kursi atau gebrak meja.
□ Terjadi rapat dalam rapat.
□ Pihak lain diluar peserta menyela persidangan.
□ Suasana tidak nyaman,ribut, gaduh.
□ Topik yang dibahas merupakan pengulangan dari topik – topik sebelumnya.
□ NATO : No Action Talk Only
□ ………………………………………………………………………………
□ ……………………………………………………………………………….
□ ………………………………………………………………………………..
□ ………………………………………………………………………………..
□ …………………………………………………………………………………
□ ………………………………………………………………………………….
(silahkan tuliskan pengalaman anda yang belum termuat)

Sumber masalah - masalah di atas dapat diklasifikasikan dalam beberapa bagian :
1. Persiapan
a. Penyelenggara :
- Pastikan undangan sudah terdistribusi.
- Susun agenda.
- Tentukan tujuan.
- Pilih metode.
- Estimasi waktu dengan baik.
- Siapkan peralatan yang dibutuhkan.
b. Peserta.
- Hadir tepat waktu.
- Persiapkan diri.
- Cari informasi sebanyak mungkin tentang masalah yang akan dibahas.
- Siapkan peralatan yang dibutuhkan.

2. Pelaksanaan
1. Pimpinan Sidang
Pemimpin persidangan adalah faktor yang sangat menentukan dalam kelancaran suatu persidangan. Semua arus informasi dan mekanisme pembicaraan diatur dan diformulasikan sedemikian rupa dengan bijaksana, objektif, luwes tanpa mengurangi wibawa dan dilakukan dengan tegas.

Ada berbagai macam fungsi dari seorang pemimpin sidang, yang pada umumnya berguna agar persidangan lancar dan efektif, yaitu :
- Sebagai pengarah.
- Sebagai layar pemantul
- Mediator.
- Pencari jalan keluar.
- Motifator.
- Sebagai pengambil kesimpulan dan keputusan atas nama perserta.

Pemimpin sidang dituntut dapat mengatur waktu bicara, mengarahkan dan memilih pembicara agar apa yang menjadi tujuan dapat dicapai rumusannya, tetap aspiratif dan diterima semua pihak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pemimpin sidang (dan peserta), adalah :
- Tingkat emosional.
- Penampilan
- Perbedaan usia
- Pengalaman dan latar belakang.
- Kebiasaan, dll

Bagi seorang pemimpin persidangan, dengan mengenal watak dan karakter dari masing – masing peserta, maka akan lebih mudah baginya untuk mengarahkan jalannya persidangan. Ini memang sulit dilakukan apalagi jika pesertanya orang – orang yang belum dikenal datau belum pernah berinteraksi dengannya.

Pemimpin sidang hendaknya juga memperhatikan tipe – tipe peserta yang dipimpinnya agar dapat mengarahkan persidangan dengan baik. Terdapat tujuh tipe peserta, yaitu :
Ø Pemersatu.
Ø Pendengar
Ø Perantara
Ø Pemberi Semangat
Ø Pengambil Inisiatif
Ø Pemberi informasi.
Ø Penyerang.
Ø Akan tetapi ada type baru yang muncul dan sering terjadi dalam suatu rapat, yaitu type perusuh.
Sebab orang dengan type seperti ini muncul/ datang hanya untuk merusuhi (memprovokasi) dan mengganggu peserta dalam rapat/ persidangan.

Seorang pemimpin sidang yang baik adalah yang memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
1. Mengetahui teknik – teknik pengendalian persidangan
2. Cakap mengkombinasikan teknik pengendalian yang bebas, terbatas dan ketat.
3. Cepat mengenal dan memahami situasi.
4. Mampu mengenali dengan cepat type – type peserta.
5. Cakap mengutarakan pendapat.
6. Cakap menangkap dan mampu menganalisa dan menguraikan setiap pembicaraan.
7. Cakap mengambil kesimpulan pembicara.
8. Cakap mengambil jalan keluar bila sidang mengalami jalan buntu.
9. Mampu memahami faktor psikologis peserta serta mampu memotifasi peserta untuk
mengambil peranan.
10. Memiliki stamina yang tinggi
11. Tidak berbicara panjang lebar.
12. Tidak memaksakan pendapat.
13. Tidak membantah.


2. Peserta
Interupsi adalah suatu tindakan dari seorang untuk menyela, memotong, menghentikan suatu proses pembicaraan dalam suatu persidangan. Terdapat 4 jenis interupsi, yaitu :
a. Point of Order (PO)
Jika kita menyela pembicaraan yang sedang berjalan dan kita melihat bahwa apa yang kita sampaikan berhubungan langsung dengan pembicaraan dan akan memperlancar pembicaraan.

b. Point of Information (PI)
Jika kita ingin memberikan informasi untuk menjelaskan atau menambah bahan pertimbangan pada persoalan yang sedang dibahas.

c. Point of Clarification (PC)
Diajukan untuk mengklarifikasi suatu permasalahan sehingga permasalahan tersebut menjadi jelas, untuk memperjelas sesuatu yang telah kita sampaikan sebelumnya tetapi tidak dimengerti atau ditafsirkan berbeda oleh peserta lainnya, dapat juga disampaikan untuk memberi penjelasan tentang sesuatu yang telah disampaikan orang lain.

d. Point of Personal Privilage (PP)
Diajukan untuk membela diri (merehabilitir) sehubungan dengan pembicaraan yang sedang berlangsung yang menyinggung hak pribadi (privilage), misalnya : hinaan, fitnah, dll.

3. Aturan main.
Selain faktor pemimpin dan peserta sidang, aturan main atau tata tertib sangat penting untuk memperlancar suatu persidangan. Tata tertib persidangan ini hendaknya memuat beberapa hal, yaitu :
1. Siapa dan apa tugas pemimpin persidangan.
2. Tahapan persidangan atau agenda persidangan.
3. Siapa peserta, apa hak dan kewajibannya.
4. Bagaimana cara pengambilan keputusan.
5. Bentuk – bentuk persidangan, yaitu : Sidang pleno, sidang komisi, sidang panitia kerja, sidang panitia khusus,
6. Dan lain – lain yang dianggab perlu diatur.

Disamping tata tertib tertulis, berbagai hal teknis biasanya diserahkan kepada Stering Committee atau Pengurus / penanggung jawab organisasi. Ada beberapa hal yang menjadi kesepakatan tak tertulis yang berlaku pada berbagai persidangan / rapat, seperti :
a. Hendaknya setiap peserta bersikap terbuka,
b. Berusaha menterjemahkan / menganalisa pikiran orang lain.
c. Selalu berupaya memperlancar persidangan.
d. Tidak mengganggu jalannya persidangan.
e. Tidak membuka rapat dalam rapat.
f. Berpartisipasi secara penuh.
g. Menjaga ketertiban.

4. Penutup Dan Tindak Lanjut.
Keberhasilan perencanaan dan penyelenggaraan suatu persidangan tidak semata - mata diukur dari kelancaran, efisiensi waktu, kelengkapan fasilitas maupun akomodasi yang mewah atau suasana lingkungan yang nyaman dan asri maupun dari bagusnya redaksi konsideran dan diktum – diktum keputusan yang dihasilkan atau bahasa resume yang indah. Akan tetapi keberhasilan suatu rapat/ persidangan juga diukur dari out put yang merupakan tindak lanjut rapat / sidang tersaebut. Dengan demikian rapat/ persidangan yang diselenggaran tidak menjadi suatu rapat NATO : No Action Talk Only.

SEJARAH GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA

1. PENDAHULUAN
Sejarah bagi manusia ( individu maupun kelompak) adalah sebuah rangkaian kejadian atau peristiwa yang dialami dalam kurun waktu tertentu. Rangkaian yang dimaksud menyangkut bagaimana individu atau kelompok dalam mempertahankan eksistensinya dan memberikan konstribusi bagi suatu peradaban pada jamannya. Dalam sejarah kita juga dituntut memahami kerangka berpikir dan bertindak yang diambil dalam menghadapi dinamika – dinamika yang terjadi.

GMKI sebagai organisasi yang lahir 53 tahun yang lalu telah menjalankan suatu rangkaian sejarah sendiri. Sebagai calon – calon anggota GMKI maka sejarah GMKI merupakan materi Wajib yang harus dipahami dan dikaji sebagai bekal untuk mengambil langkah dan tindakan ketika memasuki organisasi ini. Sejarah GMKI tidaklah hanya sebatas menghapal tanggal dan nama –nama tokoh ataupun tempat kejadian tetapi juga harus memahami mengapa kejadian ataupun tindakan tersebut terjadi.

Sampai saat ini tulisan baku tentang sejarah GMKI belum ada, yang ada hanyalah menuskrip sejarah GMKI yang ditulis oleh WB Sijabat, Tarianto, dan RZ Leiriza yang merupakan senior GMKI yang aktif pada zamannya. Ada juga tulisan yang lain yaitu beberapa tesis dan tugas akhir mahasiswa STT Jakarta tetapi jika dibandingkan dengan banyaknya kejadian dan panjangnya waktu maka bahan – bahan tersebut belumlah mencukupi.

2. PERIODISASI SEJARAH GMKI
Adapun periodisasi sejarah dalam kehadiran GMKI adalah :
1. CSV Op Java ( 1932 – 1942 )
2. PMKI ( 1945 – 1950 ) dan CSV Baru ( 1946 – 1950 )
3. GMKI ( 1950 sampai sekarang

1. CSV Op Java
Tokoh yang tidak dapat dilupakan perannya dalam kelahiran CSV OP java adalah aktivis WSCF Ir. C.L van Doorn. Beliau adalah seorang sarjana kehutanan yang aktif mempelajari ilmu – ilmu sosial dan ekonomi pertanian bahkan sampai ajalnya ia juga memperoleh gelar Dominee dalam bidang theologia. C.L Van Doorn tiba di Batavia tahun 1921, Ketika itu dia belum memahami karakter, budaya dan situasi bangsa Indonesia saat itu sehingga ia memutuskan belajar untuk memahaminya dengan bekerja dikantor Volksrediet Purworejo.

Munculnya mahasiswa di Indonesia seiring dengan berdirinya Perguruan Tinggi yang ada dipulau Jawa diantaranya adalah School Tot Opleiding Van Indische Artsen ( STOVIA ) di Batavia tahun 1910 – 1924, Sekolah Tinggi Teknik di Bandung tahun 1920, Sekolah Tinggi Hewan di Bogor tahun 1914 dan Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta tahun 1924. Pada tahun 1924 terbentuklah Batavia CSVdi Batavia yang merupakan CSV pertama yang ada, kemudian mahasiswa yang ada diSurabaya dalam kurun waktu 1935 – 1927 berkumpul dan membentuk Jong indie. Aktifitas – aktifitas yang dilakukan oleh kedua kelompok ini adalah Penelahan Alkitab dan Kelompok kecil dan diskusi seputar kehidupan sosial yang ada secara aktif dan intens.

Pada bulan Desember 1932 ketika orang Kristen sedang merayakan natal, kelompok – kelompok ini mengadakan konperensi di Kalirung dan hasilnya dibentuklah Christelijke Studente Vereening Op java ( CSV Op Java ) pada tanggal 28 Desembar 2932 dan saat itu dipilih Dr. J. Liemena sebagai ketua dan Ir. C.L Van Doorn sebagai sekretaris.

Peristiwa lain yang tidak kalah penting yang mempengaruhi CSV Op Java ialah kehadiran Dr. John R. Mott pada tahun 1926, beliau merupakan tokoh pendiri dari World Student Cristian Federation yang didirikan pada tahun 1885 di Swedia. Kehadirannya di Indonesia merupakan tonggak sejarah bagi kelahiran CSV Op Java dimana berkat bantuannya CSV Op Java diberi kepercayaan oleh WSCF untuk menjadi tuan rumah penyelenggraan Konprensi GMK – GMK se-Asia pada tahun 1933 di Citerup,Jawa. Pada saat konperensi ini CSV Op Java diterima menjadi Corrresponding Member dari WSCF, dimana keanggotaan WSCF ada 3 yaitu
¶ Pioneering Movement
¶ Corresponding Movement
¶ Affliated Movement (m Full Member )

Jumlah anggota pada era – 1930an sekitar 90 orang yang tersebar di kota – kota yang baru ada Perguruan Tingginya. Sekalipun kecil dan lemah namun CSV Op Java telah berhasil meletakkan dasar pembinaan kepada mahasiswa Kristen di Indonesia yang selanjutnya dilanjutkan oleh GMKI. Ada dua ospek yang merupakan benang biru yang dilahirkan oleh CSV Op Java yaitu kerjasama GMK -GMK se-Asia ( oekumenisme ) dan rasa semangat persatuan nasional ( nasionalisme )

Habis masa eksistensi CSV Op Java ketika jepang masuk ke Indonesia maka semua organisdasi – organisasi bentukan Belanda dibubarkan dan dilarang untuk beraktifitas maka tahun 1942 CSV Op Java praktis tidak ada lagi dan tidak beraktifitas lagi.

2. PMKI dan CSV baru ( Masa Revolusi Kemerdekaan RI 1945 )

Dalam suatu pertemuan pada tahun 1945 di STT Jakarta mahasiswa – mahasiswa Kristen saat itu membentuk organisasi mahasiswa Kristen yang dimaksud untuk menggantikan CSV Op Java yang bernama Perhimpuna Mahasiswa Kristen Indonesia ( PMKI ). Saat itu Dr. J. Leimana ditetapkan sebagai ketua dan Dr. O. E. Engelen sebagai sekretaris.

Kegiatan yang dilakukan PMKI tidak terlalu berbeda dengan yang dilakukan oleh CSV Op Java, penelahaan Alkitab dalam kelompok – kelompok kecil merupakan kegiatan utamanya disamping studi – studi tentang keadaan nasional dan ideology bangsa saat itu. Tidak lama setelah lahirnya PMKI, diawal tahun 1946 muncul suatu organisasi yang baru yang bernama CSV. CSV baru sebenarnya bukanlah tandingan dari PMKI hanya CSV ini lebih berorientasi kepada “ Pemerintahan pendudukan Belanda “ sehingga dalam gerakan dan aktifitasnya sering terjadi pertentangan – pertentangan. Ditengah pertentangan – pertentangan dan problemalatikanya masing – masing maka ada dua kesamaan diantara kedua organisasi ini, sama berusaha dan berjuang untuk :
¶ Perealisasi Iman dalam Yesus Kristus sebagai sebuah persekutuan
¶ Menjadi saksi Kristus dalam dunia mahasiswa

3. GMKI yang melanjutkan Misi dan Eksistensinya
Menurut Tarianto, BA pada masa keberadaan GMKI dibagi menjadi :
a. Masa Perkembangan ( 1950-1960 )
Dengan berakhirnya pertentangan antara Indonesia dan Belanda maka berakhir pula pertentangan antara PMKI dan CSV pada akhir tahun 1949.Puncak dari akhir pertentangan tersebut ialah pada saat pertemuan di Jl Teuku Umar 36 Jakarta ( rumah Dr J. Leimena ) tanggal 9 Februari 1950.Wakil-wakil dari kedua organisasi tersebut sepakat untuk meleburkan diri dan bergabung bersama dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ( GMKI ).Sebuah catatan sejarah yang sangat tinggi nilainya bagi gereja dan negara, saat proses proklamasi kehadiran GMKI dipilih Dr J. Leimena sebagai ketua sementara sampai diadakannya Kongres yang pertama dan pada kesempatan itu Leimena berpidatao yang diantaranya berbunyi :

“ Tindakan ini adalah tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen Khususnya. GMKI menjadi pelopor semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakkan di Indonesia. GMKI menjadilah pusat, sekolah latihan ( Leader School ) dari orang – orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu mengenai kepentingan dan kebaikan bangsa Indonesia. Persekutuan dalam Kritus tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia, sebagai bagian dalam iman dan roh, ia berdiri dalam dua Proklamasi : Proklamasi kemerdekaan dan Proklamasi Tuhan Yesus dengan injilnya, ialah injil kehidupan, kematian, dan kebangkitan.

Mulai dari sana GMKI melanjutkan perjuangan dan pengembangan organisasinya dengan melakukan kongres dan melakukan pengembangan cabang – cabang. Tahun 1953 GMKI Cabang Medan dibentuk bersama – sama dengan Cabang Bogor dan pada tahun ini pula GMKI melalui General Assembly WSCF di Nasrapur India GMKI resmi diterima sebagai affield Movement ( Full Member ) WSCF. Periode awal ini sampai 1960 disebut sebagai fase perkembangan organisasi dengan mengadakan pembentukan cabang – cabang baru.

b. Masa Konsolidasi ( 1960 – 1970 )
Pada era ini terjadi suatu pergolakan Nasinal yang Pokok persoalannya ialah persoalan Struktur negara dan kepemimpinan nasional. Sikap yang diambil oleh Pengurus Pusat GMKI terkesan lamban karena yang wacana yang ada pada Pengurus Pusat itu pergantian atau pergerseran Soekarno sebagai Presiden belum bisa dilakukan tanpa pergeseran Pancasila dan UUD 1945. Setelah terjadi kesepakatan untuk tidak terjadi pergeseran Pancasila dan UUD 1945 barulah GMKI menyetujui pembubaran PPMI dan menyetujui pembentukan KAMI. Melihat kelambanan Pengurus Pusat saaat banyak anggota GMKI yang melakukan Protes dengan melakukan aksi coret – coret menuntut percepatan sikap Pengurus Pusat GMKI saat itu. Kelambana Pengurus Pusat GMKI saat itu tidak sedikit banyak mempengaruhi cabang – cabangnya dalam mengambil langkah, namun untuk cabang Medan Aktifis GMKI Medan saat itu ikut berperan Aktif di KAMI bahkan menjadi Garda depan dari pergerakan mahasiswa saat itu.

Pada era ini GMKI dengan dinamika internalnya disibukkan untuk melakukan konsolidasi organisasi dimana terjadi pertentangan Pengurus Pusat GMKI dan cabang – cabang saat ini maka dari kongres ke kongres terjadi perubahan – perubahan dalam diri GMKI diantaranya Anggaran Dasar GMKI/Anggaran Rumah Tangga GMKI yang perubahan tata organisasi GMKI dari yang desentralisasi menjadi sentralisasi.


c. Masa Pengutusan
Setelah Soeharto menggantikan soekarno dengan pemerintahan Orde barunya, maka saat itu bulan madu antara militer dan mahasiswa yang sebelumnya terjadi berakhir. Hal ini tampak dengan pembubaran KAMI, organisasi mahasiswa Ekstra kampus HMI, GMKI, PMKRI, PMII, GMNI mengadakan pertemuan diCipayung pada tanggal 22 Januari 1972 dan penandatanganan kesepakatan yang dikenal dengan nama Kesepakatan Cipayung dan kelak kelompok ini disebut dengan Kelompok Cipayung dimana tema yang diambil pada petrtemuan kelompok ini adalah “ Indonesia yang dicitakan “. Kelompok Cipayung ini adalah kelompok yang sifat iniformal yang tidak mempunyai Struktur dan tata organisasi lainnya.

Pada tanggal 23 Juli 1973 kelompok cipayung memprakarsai pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ) yang merupakan organisasi gabungan kepemudaan yang mempunyai tujuan untuk melibatkan pemuda berperan serta dalam pembangunan dan juga untuk menghindarkan pengkotak – kotakan semu antara pemuda. Akhir tahun 1970-an ketiak Daeod Joesoef mengeluarkan NKK/BKK yang melarang organisasi ekstra untuk melakuakan segala macam aktifitas didalam kampus dan juga pembubaran Dewan Mahasiswa, maka ini sangat mempengaruhi GMKI dalam melakukan pembinaan dan konsolidasi kepada anggotanya dimana sebelumnya pembinaan kepada anggota GMKI dilakukan langsung di dalam kampus. Sejak itu timbul ide dan Strtegi yang dipakai GMKI dengan membentuk KMK Atau PMK yang diharapkan ini mampu menjadi perpanjangan tangan GMKI dalam melakukan pembinaan anggota dalam kampus, namun seiring waktu berlalu, strtegi ini seolah - olah bukan lagi Strategi , mungkin ini disebabkan oleh perbedaan pemahaman Theologia.

Disaat era 90-an kekritisan organisasi ekstra mulai dipertanyakan secara lembaga, mungkin ini disebabkan oleh suatu sistem organisasi yang mapan atau birokarasi Organisasi yang sangat panjang dalam mengambil sikap. Kader – kader GMKI dan organisasi lainnya fungsinya langsung selaku kontrol sosial dan kekuasaan. Sampai jatuhnya soeharto peran organisasi ekstra khususnya GMKI tidak banyak secara lembaga tetapi kader – kader GMKI banyak dan cukup aktif sebagai penggerak dalam pergerakan mahasiswa saat itu.

Memasuki era pemerintahan Habibie, Abdulrahman Wahid dan Megawati yang kita sebut sebagai era reformasi, GMKI mencoba untuk eksis menjadi organisasi kader dan organisasi mahasiwa sebagai kontrol pemerintah dan sosial walaupun dalam aksinya kita analisa kembali sejauh mana peran dan kekritisan yang diambil oleh GMKI dalam melakukan perannya terasebut.

3. PENUTUP
Demikianlah sejarah singkat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesiaini disampaikan, ditengah-tengah keterbatasan bahan sebagai rujukan kiranya ini dapat membantu kita khususnya calon-calon anggota baru untuk menjadi semangat dalam menciptakan sejarah baru yang lebih mengarahkan peran serta kita dalam pencapaian tujuan dan visi organisasi sebagai mana telah dicetuskan oleh pendahulu-pendahulu kita.Syalom.

KONSTITUSI DALAM ORGANISASI

I. PENDAHULUAN

Untuk mengenal dan memahami sebuah organisasi, kenalilah Konstitusi-Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga-nya!, ungkapan ini sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana pentingnya konstitusi sebagai citra yang nyata untuk sebuah organisasi yang modern. Pada awalnya konstitusi hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan. Kemudian pemahaman ini berkembang menjadi semacam kerangka kehidupan politik yang dimulai pada tahun 624-404 SM sampai dengan terbentuknya De Declaration Des Droit Homme et Citoyen, sebagai cikal bakal konstitusi negara Prancis pada Tahun 1071. Dalam suatu negara, Konstitusi menjadi suatu barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus penyampaian ide-ide dasar yang digariskan oleh The Founding Fathers, serta memberikan arahan bagi generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang mereka pimpin. Pada zaman modern ini konstitusi tidak hanya berisi kaidah-kaidah hukum semata tetapi juga berisi alasan keberadaan, motivasi dasar, pernyataan-pernyataan tentang keyakinan, prinsip-prinsip sampai dengan pengungkapan cita-cita yang hendak dicapai.


II. Konstitusi GMKI
Demikiaan halnya dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia yang mempunyai seperangkat Konstitusi, bahwa konstitusi yang dianut tersebut tidak sebatas berisi aturan-aturan dan kaidah-kaidah yang mengatur dan mengikat dalam setiap pergerakan dan pelayanannya. Tetapi Lebih dari itu, Konstitusi GMKI-Dari Anggaran Dasar sampai Statuta Cabang-juga memuat alasan keberadaan yang melatar belakangi-Riason d’etre- lahirnya organisasi GMKI, motivasi dasar yang menjadi energi penggerak dalam setiap pergumulannya, prinsip-prinsip yang dianut sampai dengan impian yang hendak dinyatakan dalam pelayanannya yang pada prinsipnya adalah konservasi dan penyampaian nilai-nilai kepada para pemegang estafet keberlangsungan hidup organisasi.
2.1. Identitas Organisasi
a. Visi GMKI adalah hadirnya syalom Allah di tengah-tengah sejarah bangsa dan negara Indonesia (Pembukaan AD GMKI alinea 4).
b. Misi organisasi adalah dalam rangka menjalankan tugas panggilan marturia, koinonia dan diakonia (AD GMKI pasal 3 tentang Tujuan).
c. Sifat GMKI, Sifat Kemahasiswaan, Kekristenan dan Keindonesiaan
d. Ideologi gerakan GMKI adalah nasionalisme dan oikumenisme.
e. Format gerakan GMKI adalah gerakan kader, gerakan moral dan gerakan intelektual yang memiliki tugas panggilan di tiga medan pelayanan : gereja, masyarakat dan perguruan tinggi.
f. Sasaran yang hendak dicapai adalah terwujudnya GMKI sebagai organisasi kader yang tangguh.


2.2 Sistem Organisasi
AD/ART GMKI adalah aturan permainan atau aturan dasar dari organisasi GMKI. Anggaran dasar adalah aturan pokoknya dan anggaran rumah tangga adalah kelengkapan dari aturan pokok tersebut. Sistem organisasi menguraikan tentang fungsi-fungsi dari alat perlengkapan organisasi.
Konstitusi merupakan produk hukum, yang berarti mengikat, mengikat anggota maupun lembaga sebagai aparat organisasi di segala tingkatan. Konstitusi berarti pula hukum dasar yang berarti sebagai hukum yang tertinggi di mana semua hukum dan peraturan di dalam organisasi lahir daripadanya. Karena konstitusi merupakan hukum yang tertinggi dalam suatu organisasi maka konstitusi hendaknya telah dapat mengatur hal-hal pokok bagi kehidupan organisasi. Hal-hal pokok itu adalah yang mengatur kelembagaan organisasi dan yang mengatur keanggotaan serta hubungan antara kelembagaan dan anggota.
Sistem organisasi menguraikan tentang fungsi-fungsi dari alat perlengkapan organisasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sistem organisasi yakni :
1. Bentuk organisasi sebagai organisasi kesatuan.
Di sini terlihat jelas suatu jenjang yang memusat sehingga kepengurusan yang tertinggi disebut sebagai Pengurus Pusat. Yang mewakili Pengurus Pusat disebut Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Pengurus Pusat adalah penentu kebijaksanaan organisasi yang telah ditetapkan oleh kongres dan Pengurus Pusat. Badan Pengurus Cabang dipercayakan mengatur dan membina anggota dan untuk ini Badan Pengurus Cabang akan mempertanggungjawabkan kepada Konperensi Cabang dan Pengurus Pusat.
2. Alat perlengkapan organisasi yaitu wadah yang menjamin berfungsinya organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Sebagai lembaga legislatif diaturlah Kongres pada tingkat Nasional dan konperesi cabang pada tingkat cabang. Kedua badan ini dihadiri oleh anggota. Pada tingkat Kongres anggota hadir dalam bentuk perwakilan yang ketentuannya diatur dalam peraturan organisasi dan pada tingkat cabang adalah rapat anggota yang kehadirannya diatur pula dalam aturan organisasi .
3. Sebagai kelengkapan dari hidup organisasi yang mempengaruhi pula langgam kerjanya, maka organisasi dilengkapi dengan Atribut Organisasi, Atribut adalah identitas yang kelihatan dari organisasi yang harus tetap dipelihara karena mempunyai pengaruh langsung pada “kejiwaan” anggota. Atribut organisasi adalah lambang dan mars. Penggunaan lambang dan mars ini perlu diatur dalam suatu peraturan organisasi agar melalui lambang dan mars ini akan nampak kebanggaan dan hormat terhadap organisasi.

Anggaran Dasar :
1) Pembukaan 5 alinea.
2) Ketentuan Pokok, pasal 1 – 4.
3) Sistem Organisasi, pasal 5 – 9.
4) Lain-lain, pasal 10 – 12.

Anggaran Rumah Tangga :
1) Uraian Tujuan, pasal 1.
2) Uraian Sistem Organisasi, pasal 1 – 9.
3) Atribut Organisasi, pasal 10.
4) Hierarchi Juridis, pasal 11 – 12.
III. PERATURAN ORGANISASI DAN STATUTA CABANG

3.1 Peraturan Organisasi
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa tidak semua praktek – praktek kegiatan di dalam organisasi dapat terakomodir sepenuhnya oleh AD/ART maka GMKI juga memberikan peluang bagi penyusunan peraturan yang lebih terperinci seperti yang tercantum dalam pasal 12 ART yaitu memberikan kemungkinan bagi tingkat keputusan yang rendah untuk mengatur hal-hal yang belum tercantum dalam konstitusi tersebut dan di bagian penjelasan AD/ART menghendaki adanya suatu peraturan organisasi yang mengatur hal- hal yang belum tercantum dalam AD/ART GMKI. Jadi Peraturan Organisasi adalah suatu peraturan yang mengatur dan mengikat seluruh anggota dan alat kelengkapan organisasi termasuk mekanisme kerja yang belum diatur di dalam AD/ART
Penetapan Peraturan Organisasi ini memiliki landasan yuridis :
1. Pasal 11 Anggaran Rumah Tangga
2. Pasal 12 Anggaran Rumah Tangga
3. Penjelasan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga GMKI
4. Keputusan Kongres XVI No. 008/KXVI/GMKI/1978 tentang AD/ART GMKI
5. Keputusan Kongres XXI No. 011/KXXI/GMKI/1988 tentang GBP-KUO 1988-1990

Sistematika penulisan Peraturan Organisasi terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Penjelasan ini adalah bagian integral dari peraturan organisasi. Judul pasal-pasal dalam Peraturan Organisasi diambil dari beberapa judul pasal yang terdapat dalam AD/ART yang memerlukan pengaturan lebih lanjut dan ditambah dengan beberapa pasal lain yang perlu,yaitu:
1. Ketentuan Umum (pasal 1)
2. Komisariat (pasal 7)
3. Mekanisme Protokoler (pasal 9)
4. Hak mewakili Organisasi (pasal 10)

Untuk lebih jelasnya, yang menjadi fungsi dan tujuan Peraturan Organisasi adalah mewujudkan keseragaman pemahaman terhadap konstitusi dan mewujudkan pemerataan tindak kerja seluruh aparat organisasi. Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut perlu adanya partisipasi dan usaha dari seluruh aparat dan komponen organisasi. Di samping itu juga perlu suatu kemauan dan tekad seluruh fungsionaris dan anggota untuk memahami dan melaksanakan konstitusi dengan sebaik-baiknya guna mempertahankan eksistensi GMKI dalam rangka menegakkan misi yang diemban untuk melaksanakan tugas dan pelayanan organisasi di ketiga medan pelayanan Gereja, Perguruan Tinggi dan Masyarakat.

3.1 Statuta Cabang GMKI Medan
Statuta cabang merupakan peraturan organisasi yang mengatur hubungan dan kedudukan komisariat serta lembaga yang ada di GMKI. Peraturan ini diperlukan karena menyangkut kehadiran komisariat sebagai alat perlengkapan dan pelayanan organisasi ditingkatan cabang yang tidak diatur dalam AD/ART. Sebenarnya, Komisariat sebagai alat perlengkapan organisasi pernah dimiliki GMKI secara nasional dan tertuang dalam AD/ART GMKI. Namun pada Kongres Nasional XII GMKI tahun 1972 di Malang, kehadiran komisariat dihilangkan sebagai alat perlengkapan organisasi. Tetap di cabang Medan kehadiran komisariat tetap dipertahankan karena dirasakan bahwa komisariatlah yang mempermudah dan memperlancar aksi dan pelayanan karena dapat menjangkau para anggotanya di setiap fakultas-fakultas maupun perguruan tinggi swasta yang ada di Medan. Maka pada Konferensi Cabang GMKI Medan tahun 1978 telah merumuskan dan menetapkan Statuta Cabang GMKI Medan.
Namun di dalam perjalanannya dimana situasi dan kondisi yang terus berubah, Statuta Cabang menunjukkan banyak kelemahan dan kekurangannya. Sehingga banyak ide-ide dan usulan –usulan untuk melakukan perubahan terhadap beberapa bagian dari Statuta Cabang yang tidak relevan lagi untuk digunakan. Pada Konferensi Cabang 1981 terjadi perubahan Statuta Cabang dan pada Konferensi Cabang 1983 di Zetun, Silangit merekomendasikan BPC untuk mengangkat Panitia Perubahan Statuta Cabang. Pada tahun 1985 Konferensi Cabang di Kabanjahe telah berhasil memutuskan Perubahan Statuta Cabang berikut penjelasannya. Namun isu mengenai Perubahan Statuta Cabang kembali digulirkan karena Statuta Cabang GMKI Medan dianggap belum mengakomodir kebutuhan di GMKI Cabang Medan. Sehingga pada Konferensi Cabang tahun 1999 dan Konferensi Cabang 2001 merekomendasikan untuk membentuk Team Perubahan Statuta Cabang. Team ini dalam melaksanakan tugasnya juga mengalami beberapa hambatan dan kendala –kendala dalam merumuskannya yang disebabkan kurang aktifnya beberapa anggota tim dalam bekerja. Namun team ini dapat juga merumuskan Statuta Cabang untuk selanjutnya dibawakan pada Konferensi Cabang di Sibolangit tahun 2003. Dan setelah dikaji dan dipahami serta melalui perdebatan yang a lot akhirnya Konferensi Cabang ini menghasilkan dan menetapkan Statuta Cabang yang sah yang akan menjadi pedoman seluruh aparat organisasi dalam melaksanakan tugas –tugas organisasi di lingkungan Cabang Medan.

IV. PENUTUP
Dalam memahami konstitusi diharapkan bahwa konstitusi tidak menjadi sesuatu yang hampa, tidak sarat makna artinya tidak ada pertalian yang nyata antara pihak yang merumuskan/membuat konstitusi dengan pihak yang menjalankan konstitusi, sehingga konstitusi hanya menjadi dokumen historis semata atau justeru menjadi tabir tebal antara perumus atau peletak dasar konstitusi dengan pemegang estafet berikutnya.

Sekilas tentang GMKI

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan GMKI adalah merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan ekstra kampus.. Sesuai dengan sebutannya sebagai sebuah organisasi maka GMKI memiliki ciri, landasan gerak, nilai-nilai pergerakan yang senantiasa mengiringi dalam melaksanakan tugas panggilan untuk mencapai tujuannya. Kesemua hal tersebut merupakan “roh” dari organisasi yang menjiwai seluruh kehidupan organisasi di dalam GMKI. Namun yang paling utama adalah bahwa kelahiran GMKI di Indonesia ada yang melatar belakanginya. Tentunya latarbelakang lahirnya GMKI ini haruslah dipahami oleh seluruh anggota GMKI termasuk juga bagi rekan–rekan yang belum atau akan bergabung, sangatlah bermanfaat untuk mengetahui apakah GMKI merupakan tempat yang tepat untuk melaksanakan tugas-tugas panggilan kita sebagai Mahasiswa Kristen. Selanjutnya dari latarbelakang inilah kita bisa melihat seluruh aspek yang menjiwai GMKI tersebut. Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba untuk memaparkan secara singkat tentang sejarah GMKI,visi,misi dan usaha organisasi yang pada akhirnya nanti akan mempermudah kita untuk mengenal lebih dalam tentang GMKI.
I. Latar Belakang Lahirnya GMKI
1.1 Latar Belakang Historis
Secara historis GMKI lahir dari pemahaman akan panggilan dan pengutusan sebagai warga gereja, secara khusus sebagai mahasiswa Kristen, dalam kehadirannya di dunia kemahasiswaan, gereja, dan masyarakat Indonesia. Karenanya para pendiri organisasi telah meletakkan dasar ideologi sekaligus identitas gerakan organisasi yaitu Oikumenisme dan Nasionalisme. Hal ini dinyatakan dalam Pembukaan Anggaran Dasar GMKI, yang menunjukkan kehadiran GMKI diantara dua proklamasi, yakni:
Pertama, proklamasi karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus,dan
Kedua, proklamasi negara Republik Indonesia.
CSV op Java, PMKI dan CSV baru yang kemudian menjadi GMKI lahir dan hadir untuk terlibat dalam usaha membebaskan dan memerdekakan sebuah komunitas manusia yang dalam realitas kepahitan mengalami penindasan dari kaum Imperialis dan kolonialis, yang kemudian disebut Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

1.2 Latar Belakang Theologis
Secara theologis umat kristiani mempunyai kewajiban untuk menyatakan iman eksklusifnya kepada Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan pusat kehidupan, sebagaimana bersumber pada kesaksian Alkitab. Memegang teguh keyakinan iman merupakan hak komunitas, yang mesti dihargai negara dan anggota masyarakat lain yang berbeda kepercayaan serta umat kristiani yang menyaksikan bahwa kelahiran, Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus adalah perbuatan Allah untuk menebus, membebaskan dan menyelamatkan manusia bagi pembaharuan manusia dan alam semesta, memjadikannya baru dan sempurna.

1.3 Latar Belakang Filosofis
Secara filosofis GMKI hidup dalam kenyataan masyarakat Indonesia yang majemuk, hal mana merupakan realitas alamiah yang tidak dapat dihindari. Dalam kondisi tersebut, tentunya inklusifitas mesti menjadi paradigma dalam berinteraksi dengan anggota masyarakat lain yang berbeda keyakinan dan pandangan. Dalam kerangka itulah diyakini bahwa Pancasila digunakan sebagai kerangka interaksi antar warga bangsa Indonesia yang plural secara sosial-budaya. Penghargaan dan penerimaan kita akan nilai-nilai Pancasila adalah didasari niat kita untuk mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk.

Ketiga latar belakang tersebut yang menjadikan GMKI sebagai bagian integral dari Gerakan Oikumene dan Gerakan Nasional yang senantiasa harus kita ingat, pahami dan sadari, menjadikannya sumber inspirasi dan motivasi dalam menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
II. Visi dan Misi GMKI
Dalam kehidupan GMKI, nilai-nilai dasar yang merupakan rumusan dari visi dan misi organisasi tertuang dalam pembukaan AD/ART GMKI walaupun secara jelas dan tegas juga dinyatakan dalam batang tubuh AD/ART. Secara subtansi dari sebuah visi maka GMKI memiliki visi yang jelas dalam melakukan pembinaan dan pelayanannya.
Visi merupakan gambaran suatu kondisi yang diharapakan terwujud pada masa yang akan datang. Visi GMKI tertuang dalam pembukaan AD/ART GMKI yang antara lain :
Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga gereja yang ditempatkan oleh Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia, untuk menyatakan kehadiran-Nya dan kehidupan yang bertanggungjawab bersumber pada Alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara.
Visi ini dipertegas lagi dalam Anggaran Dasar GMKI yang menyatakan bahwa yang menjadi visi GMKI adalah “ Menghadirkan Syaloom Allah di Indonesia”.
Pernyataan ini merupakan suatu yang menyatakan keinginan dan tekad GMKI dalam mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, keadilan dan kebenaran ditengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga gerak GMKI adalah memerangi akar dari penyebab tidak terjadinya hal yang diinginkan tersebut.
Misi merupakan langkah yang dilakukan sebagai cara untuk mencapai visi tersebut. Adapun yang menjadi Misi GMKI yaitu:
1. Mengajak mahasiswa dan warga Perguruan Tinggi lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
2. Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dan Perguruan Tinggi dalam kesaksian memperbaharui masyarakat, manusia dan gereja.
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggungjawab dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja, Perguruan Tinggi, dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.
Visi dan Misi GMKI tersebut merupakan penjabaran dari tiga tugas panggilan gereja, yaitu koonia, marturia dan diakonia. Dari sini GMKI menyatakan diri seaspirasi dan berafliasi dengan gereja, dalam sehari-hari GMKI menyatakan diri sebagai anak kandung gereja. Disini GMKI menempatkan diri selaku organisasi kader yang mempersiapkan pemimpin masa datang. Selain itu pula GMKI menempatkan dirinya selaku sarana perjuangan untuk menciptakan kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.
Rumusan misi GMKI ini juga merupakan bagian dari perjuangan GMKI dalam mencapai tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan usaha adalah beberapa bentuk kongkrit dari kerja-kerja organisasi dalam mencapai tujuan tersebut :
1. Mempertumbuhkan dan memperdalam kehidupan beriman dengan doa, Penelaahan Alkitab, ibadat, pembinaan persekutuan dan tanggung jawab bagi perkembangan, pembaharuan dan keesaan gereja yang am.
2. Membina kemajuan studi dan riset untuk mengikuti dan menguasai ilmu pengetahuan, mewujudkan panggilan Penguruan Tinggi mahasiswa dalam mempersiapkan sarjana dan pemimpin yang ahli dan bertanggungjawab bagi pembangunan dan pembaruan untuk mencapai kesejahteraan materiel dan spirituil
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak ahli dan bertanggungjawab terhadap Allah dan manusia di dalam masyarakat, negara, gereja, Perguruan Tinggi dan mahasiswa bagi terwujudnya perdamaian, keadilan, kesejahteraan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.
Dalam tataran praktis, usaha-usaha ini dilaksanakan dengan melakukan panca kegiatan GMKI yang merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang ada di GMKI yaitu : berdoa/beribadat, belajar, bersaksi, berkreasi, bersosial.
III. Penutup
Dalam memahami sebuah organisasi tidak hanya bisa dilakukan melalui pemaparan yang terdapat diatas. Banyak hal yang harus dipelajari dari sebuah organisasi. Hal itu bisa dilakukan dengan mencoba mendiskusikannya dengan orang-orang yang berpengalaman di organisasi tersebut. Disamping itu dokumentasi-dokumentasi tertulis tentang perjalanan organisasi akan sangat bermanfaat untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang organisasi tersebut. Apabila rekan-rekan ingin lebih mendalami tentang GMKI rekan-rekan bisa melakukan hal seperti yang tersebut diatas.
Tinggilah Iman Kita, Tinggilah Ilmu Kita, Tinggilah Pengabdian Kita
Ut Omnes Unum Sint Syalom

Hakekat GMKI

Memaknai Kehadiran GMKI dalam Konteks Kekinian

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia atau sering disebut GMKI adalah organisasi kemahasiswaan yang mempunyai visi “ Menghadirkan Syaloom Allah” sebagai perwujudan iman kristen yang diutus untuk menyatakan kehadiran Yesus Kristus sebagai juruselamat manusia melalui tindakan dan perilakunya. GMKI dituntut untuk selalu dapat merespon (impresi) hal-hal yang terjadi disekitarnya maupun di dalam dirinya untuk digumuli dan direfleksikan sehingga GMKI dapat secara nyata melihat ancaman, peluang, dan tantangan dalam menjawab kebutuhan organisasi dalam menghadapi konteks medan pelayanannya di masa depan (ekspresi). Penggalian akan potensi organisasi yang meliputi penataan organisasi dan pembinaan kader harus terus dilakukan agar GMKI dapat terus bergerak menuju pencapaian tujuan organisasi. Faktor utama yang sangat mempengaruhi itu adalah kader-kader yang dipersiapkan. Kader-kader harus memiliki pemahaman yang sama dalam memaknai tugas dan tanggungjawabnya sebagai anggota. Untuk itulah seorang kader GMKI terlebih dahulu harus mampu memahami eksistensi GMKI yang meliputi latar belakang lahirnya GMKI,Visi dan Misi, dan realitas yang terjadi pada saat ini. Dengan demikian organisasi akan dapat semakin tumbuh dan berkembang dalam memaknai kehadirannya.

I. Latar Belakang Lahirnya GMKI
1.1 Latar Belakang Historis
Secara historis GMKI lahir dari pemahaman akan panggilan dan pengutusan sebagai warga gereja, secara khusus sebagai mahasiswa Kristen, dalam kehadirannya di dunia kemahasiswaan, gereja, dan masyarakat Indonesia. Karenanya para pendiri organisasi telah meletakkan dasar ideologi sekaligus identitas gerakan organisasi yaitu Oikumenisme dan Nasionalisme. Hal ini dinyatakan dalam Pembukaan Anggaran Dasar GMKI, yang menunjukkan kehadiran GMKI diantara dua proklamasi, yakni:
Pertama, proklamasi karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus,dan
Kedua, proklamasi negara Republik Indonesia.
CSV op Java, PMKI dan CSV baru yang kemudian menjadi GMKI lahir dan hadir untuk terlibat dalam usaha membebaskan dan memerdekakan sebuah komunitas manusia yang dalam realitas kepahitan mengalami penindasan dari kaum Imperialis dan kolonialis, yang kemudian disebut Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

1.2 Latar Belakang Theologis
Secara theologis umat kristiani mempunyai kewajiban untuk menyatakan iman eksklusifnya kepada Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan pusat kehidupan, sebagaimana bersumber pada kesaksian Alkitab. Memegang teguh keyakinan iman merupakan hak komunitas, yang mesti dihargai negara dan anggota masyarakat lain yang berbeda kepercayaan serta umat kristiani yang menyaksikan bahwa kelahiran, Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus adalah perbuatan Allah untuk menebus, membebaskan dan menyelamatkan manusia bagi pembaharuan manusia dan alam semesta, memjadikannya baru dan sempurna.

1.3 Latar Belakang Filosofis
Secara filosofis GMKI hidup dalam kenyataan masyarakat Indonesia yang majemuk, hal mana merupakan realitas alamiah yang tidak dapat dihindari. Dalam kondisi tersebut, tentunya inklusifitas mesti menjadi paradigma dalam berinteraksi dengan anggota masyarakat lain yang berbeda keyakinan dan pandangan. Dalam kerangka itulah diyakini bahwa Pancasila digunakan sebagai kerangka interaksi antar warga bangsa Indonesia yang plural secara sosial-budaya. Penghargaan dan penerimaan kita akan nilai-nilai Pancasila adalah didasari niat kita untuk mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk.
Ketiga latar belakang tersebut yang menjadikan GMKI sebagai bagian integral dari Gerakan Oikumene dan Gerakan Nasional yang senantiasa harus kita ingat, pahami dan sadari, menjadikannya sumber inspirasi dan motivasi dalam menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

II. Visi dan Misi GMKI
Dalam kehidupan GMKI, nilai-nilai dasar yang merupakan rumusan dari visi dan misi organisasi tertuang dalam pembukaan AD/ART GMKI walaupun secara jelas dan tegas pernyataan tersebut tidak dinyatakan sebagai visi organisasi. Tetapi secara subtansi dari sebuah visi maka GMKI memiliki visi yang jelas dalam melakukan pembinaan dan pelayanannya.
Visi merupakan gambaran suatu kondisi yang diharapakan terwujud pada masa yang akan datang. Visi GMKI tertuang dalam pembukaan AD/ART GMKI yang antara lain :
Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga gereja yang ditempatkan oleh Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia, untuk menyatakan kehadiran-Nya dan kehidupan yang bertanggungjawab bersumber pada Alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara.
Visi ini dipertegas lagi dalam Anggaran Dasar GMKI yang menyatakan bahwa yang menjadi visi GMKI adalah “ Menghadirkan Syaloom Allah di Indonesia”.
Pernyataan ini merupakan suatu yang menyatakan keinginan dan tekad GMKI dalam mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, keadilan dan kebenaran ditengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga gerak GMKI adalah memerangi akar dari penyebab tidak terjadinya hal yang diinginkan tersebut.
Misi merupakan langkah yang dilakukan sebagai cara untuk mencapai visi tersebut. GMKI berupaya mencapai visinya dengan melakukan tiga tugas panggilan gereja yang tertuang dalam tujuan dan usaha organisasi yang terdapat dalam AD/ART GMKI. Adapun yang menjadi Misi GMKI yaitu:
1. Mengajak mahasiswa dan warga Perguruan Tinggi lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
2. Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dan Perguruan Tinggi dalam kesaksian memperbaharui masyarakat, manusia dan gereja.
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggungjawab dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja, Perguruan Tinggi, dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.
Rumusan misi GMKI mengandung tiga hal yang penting yakni :
1.Aspek marturia yakni kesaksian atau mission dari GMKI dan untuk mempertahankan masalah spiritual dalam pelayanannya.
2.Aspek koinonia yakni persekutuan di mana GMKI akan melaksanakan kegiatan yang mempersatukan dan membaharui kehidupan gereja, masyarakat dan manusia.
3. Aspek diakonia yakni pelayanan. Disini GMKI menempatkan diri selaku organisasi kader yang mempersiapkan pemimpin masa datang. Selain itu pula GMKI menempatkan dirinya selaku sarana perjuangan untuk menciptakan kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.

Rumusan tujuan GMKI ini juga merupakan bagian dari perjuangan GMKI dalam mencapai tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan usaha adalah beberapa bentuk kongkrit dari kerja-kerja organisasi dalam mencapai tujuan tersebut :
1. Mempertumbuhkan dan memperdalam kehidupan beriman dengan doa, Penelaahan Alkitab, ibadat, pembinaan persekutuan dan tanggung jawab bagi perkembangan, pembaharuan dan keesaan gereja yang am.
2. Membina kemajuan studi dan riset untuk mengikuti dan menguasai ilmu pengetahuan, mewujudkan panggilan Penguruan Tinggi mahasiswa dalam mempersiapkan sarjana dan pemimpin yang ahli dan bertanggungjawab bagi pembangunan dan pembaruan untuk mencapai kesejahteraan materiel dan spirituil
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak ahli dan bertanggungjawab terhadap Allah dan manusia di dalam masyarakat, negara, gereja, Perguruan Tinggi dan mahasiswa bagi terwujudnya perdamaian, keadilan, kesejahteraan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.

III. Konteks Keberadaan GMKI Masa Kini dan Mendatang
Hal terpenting yang harus dimiliki organisasi GMKI dalam melihat peluang dan ancaman organisasi dalam pencapaian tujuannya adalah bagaimana GMKI dapat memberdayakan seluruh potensi organisasi yang dimiliki meliputi penataan organisasi, pembinaan anggota, pemetaan terhadap realitas yang terjadi pada saat ini, dan kajian-kajian akan kondisi yang munkin terjadi di masa yang akan datang. Bila dilihat dari konteks medan pelayannya beberapa hal di bawah ini mencerminkan kondisi yang dihadapi organisasi pada saat ini, yaitu :
1. Gereja
- Terdapat variasi antar gereja di dalam denominasi, organisasi dan kondisi demografi serta geografisnya.
- Perihal satu tubuh Kristus dengan rupa-rupa karunia telah lama menjadi pemikiran GMKI, inilah yang melatyarbelakangi lahirnya bentuk kerjasam antar GMKI dengan organisasi Kristen lainnya.
- Realitas pelayanan Gereja yang mimbar sentris sehingga gereja kurang peka terhadap realitas sosial di sekitarnya.
2. Perguruan Tinggi
- Perguruan Tinggi yang sudah mengarah kepada Research University.
- Sistem Pendidikan Nasional itu mempengaruhi kebijakan di perguruan tinggi.
3. Masyarakat
- Masyarakat Indonesia dikenal oleh pluralitasnya yang dapat berfungsi positf maupun negatif.
- Issue demokratisasi dan suksesi pimpinan daerah dan nasional.Globalisasi.

Dari realitas yang terjadi di ketiga medan pelayanannya diatas maka GMKI dituntut harus mampu melihat peluang yang ada dalam organisasi yang dapat diberdayakan untuk menjawab permasalahan di medan pelayanannya. Di situ kita juga dapat melihat peran dan posisi GMKI serta faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dapat membantu kita dalam memaknai dan merefleksikan kehadiran GMKI pada masa kini untuk selanjutnya dapat memberikan ide-ide kreatif inovativ dalam menyongsong masa depan organisasi GMKI yang kita cintai ini. Biarlah apa yang kita diskusikan ini bisa memberikan kontribusi yang positif bagi organisasi.
Tinggilah Iman Kita, Tinggilah Ilmu Kita dan Tinggilah Pengabdian Kita
Ut Omnes Unum Sint Syalom

Senin, 24 November 2008

RI economy to slow on rising oil, falling rupiah

The Jakarta Post , Jakarta Fri, 08/12/2005 9:28 AM
Urip Hudiono and Rendi A. Witular, The Jakarta Post, Jakarta
Indonesia's economy will likely slow down this year, as soaring oil prices and a weakening rupiah are expected to continue fueling inflation and key interest rates to the point of decelerating growth in what has been the economy's backbone, consumption, economists say.
Nevertheless, Vice President Jusuf Kalla remains upbeat that the economy would remain strong this year and grow at a level of 6 percent as initially projected.
Bank Mandiri chief economist Martin Panggabean is estimating that though the country's gross domestic product (GDP) will still be able to expand higher than last year -- by 5.7 percent until the end of this year -- it will unlikely grow as fast as the previous projection of 6 percent.
""We are seeing the downward trend in economic growth, with consumption slowing down albeit the ability of investments to keep their momentum,"" he said during a presentation on Thursday of the bank's macroeconomic outlook.
The Central Statistics Agency (BPS) reported that Indonesia's economy grew by 5.13 percent last year, and by 6.35 percent during this year's first quarter.
Martin explained that the downward trend was the result of two main factors recently at play: the surge in global oil prices -- which broke the US$65 barrier on Thursday -- and the slide of the rupiah against the U.S. dollar -- still hovering at the Rp 9,800 level.
Both factors have put pressure on the state budget financing of the fuel subsidy allocation, pushing the government to cut the burden of these subsidies by raising domestic fuel prices.
A fuel price hike will put more pressure on the core inflation rate, which has already reached 7.1 percent, according to Mandiri. Indonesia's headline inflation, which includes volatile fuel and food prices, has reached 7.84 percent according to the BPS.
""This will all result in a higher inflation expectation,"" Martin said. ""As a consequence, the central bank will have to raise its benchmark interest rates higher as well to tame the inflation.""
Rising inflation will affect the public's purchasing power, thus eating into the country's domestic consumption that has been the driver of the economy since the economic crisis of the late 1990s. Rising interest rates, meanwhile, could affect business activities.
Bank Indonesia (BI) on Tuesday raised its benchmark BI rate by 25 basis points to 8.75 percent from a previous 8.5 percent. Mandiri is predicting it could reach 8.9 percent at year's end.
""Our estimate is that the rupiah will continue to weaken to between Rp 9,900 and Rp 10,000 to the dollar over the next three months,"" he said.
Sharing a similar view, Standard Chartered economist Fauzi Ichsan is also predicting that Indonesia's economy will only be able to grow by 5.7 percent this year, on oil price and rupiah volatility.
Fauzi sees that the country's inflation rate could reach 7.8 percent by the year's end as a result, with the central bank's one-month SBI reaching 9.25 percent and the rupiah ending up at Rp 9,500 to the dollar.
Later on Thursday, Kalla said the impact of the soaring global oil price, however, would be minimal on the country's economy.
""We are optimistic on the existing assumptions (on the growth, rupiah exchange rate to the U.S. dollar, inflation and BI interest rate),"" he told the press after a meeting with economic ministers and World Bank officials.
Kalla said the purpose of inviting the World Bank to the meeting was to ask for their opinion on other countries' subsidies.
""Most subsidies in Turkey, Brazil and Mexico are for agriculture sector, while ours are for fuel. Therefore, we had to decline their advice,"" he said.
World Bank country director Andrew Steer said he had offered several systems of social protection to prevent more people from falling below the poverty line, such as those imposed in Latin American and European countries.
""There are about 36 million people, or nine million families, living below the poverty line in Indonesia,"" he added.
""What is difficult for Indonesia is that the scale of the country is so large. There is a bigger and complicated problem to address. But we are sure that the Indonesian government can address it if it has a strong will to do it.

Oil dips under $50 on fears of deep recession

Pablo Gorondi , The Associated Press Thu, 11/20/2008 11:28 PM Business
Oil prices plunged over $3 Thursday, briefy dipping below $50 a barrel as 16-year high U.S. unemployment figures and plummeting stock markets caused investors to price in lower crude demand.
Light, sweet crude for December delivery was down $3.25 to $50.37 a barrel in electronic trading on the New York Mercantile Exchange by early afternoon in Eurpe.
Crude briefly dipped below $50 for the first time since Jan. 18, 2007 when prices struck $49.91, just a penny above the 2007 low.
On Wednesday, the contract fell 77 cents to settle at $53.62.
In London, January Brent crude fell $2.89 to $48.83 on the ICE Futures exchange.
Markets worried tat a steep economic slowdown would cut demand for oil.
"People are saying this slowdown could be the worst since the Great Depression," said Toby Hassall, an analyst with investment firm Commodity Warrants Australia in Sydney. "There's definitely fear out there that it's going to be pretty severe."
There was bad economic news Thursday out of the U.S., with new claims for unemployment benefits jumping last week to a 16-year high, providing more evidence of a rapidly weakening job market expected to get even worse next year.
The government said new applications for jobless benefits rose to a seasonall adjusted 542,000 from a downwardly revised figure of 515,000 in the previous week. That's much higher than Wall Street economists' expectations of 505,000, according to a survey by Thomson Reuters.
That is also the highest level of claims since July 1992, the department said, when the U.S. economy was comng out of a recession.
Concerns that Congress may not approve a $25 billion rescue package for ailing U.S. carmakers General Motors Corp., Ford Motor Co., and Chrysler LLC helped drag the Dow Jones industrial average down 5.1 percent Wednesday to its lowest level since March 2003.
"The downturn in eqities is driving an overall lack of confidence," said Olivier Jakob of Petromatrix in Switzerland.
Stocks slid sharply Thursday in Asia and Europe. Japan's benchmark Nikkei index fell 6.9 percent and Hong Kong's Hang Seng index was off 4 percent. London's FTSE index was down 2.5 percent, Germany's DAX indx lost 2.8 percent and France's CAC-40 shed 3.5 percent.
"The stock markets are representing investor pessimism regarding the economic outlook and what we have in store over the next year," analyst Hassall said.
On Wednesday, the U.S. Department of Transportation provided more evidence that the slowdown continues to hurt gasoline consumption, even as prices fall. Americans drove almost 11 billion fewer miles in September, the department said.
A production cut by OPEC may keep prices from falling further. The Organization of Petroleum Exporting Countries is holding an informal meeting later this month ahead of an official meeting in December. OPEC President Chakib Khelil has signaled the group may announce production cuts at the December meeting, but some members, such as Iran, have called for earlier cuts.
"It's gonna take a pretty big supply side response from OPEC at their next meeting to provide some support," Hassall said. "The focus of the market is definitely on the demand side."
Investors have been brushing off news that earlier in the year would have sent prices higher. Chevron Corp. invoked "force majeure" Tuesday on 90,000 barrels a day of Nigerian production after a pipeline was breached by militants in the Niger Delta. Earlier this week, Somali pirates hijacked a Saudi supertanker carrying $100 million in crude.
In other Nymex trading, gasoline futures fell 7.30 cents to $1.034 a gallon. Heating oil lost 5.33 cents to $1.7064 a gallon while natural gas for December delivery slid 9.9 cents to $6.644 per 1,000 cubic feet.

Indonesian growth forecast to slide to 2.5 percent

The Jakarta Post , Jakarta Mon, 11/24/2008 11:36 AM Business
Indonesia's economy will still end up this year with a forecast growth in gross domestic product of nearly 6 percent mainly on the back of robust expansion in the first three quarters.
However, as the global financial crisis has been getting worse since September and economic recession has spread from the United States to Europe and Japan, analysts have been constantly revising downward their forecasts on Indonesia's economic outlook.
Only about ten days ago, Justin Wood, the Economist Intelligence Unit's director for Southeast Asia, forecast a 3.7 percent economic expansion for Indonesia next year.
This, he acknowledged, was below the consensus forecast of economists.
But President of PT UBS Securities Indonesia Sarah-Jane Wagg, in an interview with The Jakarta Post's Vincent Lingga last week, came up with an even lower estimate, forecasting that Southeast Asia's largest economy would expand by a mere 2.5 percent, a nine-year low.
The following are excerpts from the interview: Question: What do you think will be the outlook of Indonesia's economy next year? Answer: Given our global recession call, we are expecting Indonesian growth to moderate quite significantly, falling to 2.5 percent in 2009 from an estimated 5.8 percent this year. The prices of almost all primary commodities are falling and investments would be very weak.
But I think there are virtually no downside risks to this forecast, meaning that would be the bottom. What will be the key drivers?
Private consumption will remain the locomotive. However, the cyclical downturn alongside the tightening liquidity we are already seeing will affect investment growth. It will be difficult for private investment for exogenous and endogenous reasons.
Globally, there is a flight of capital away from developing economies and Indonesia will not remain unscathed.
Access to financing is already being made difficult for corporations, as the Bakrie Brothers episode is demonstrating.
Domestically, a tightening liquidity situation, given the rapid credit expansion in the previous three quarters and keener competition for funding (meaning higher costs) is also putting new lending on hold, thus impacting private investment in a similar fashion
Growth in Bank lending will slow significantly from the current 35 percent annual rate to 10 percent or even lower in 2009. How do you see the rupiah will perform next year?
I think it may take two quarters before imbalances such as the high lending activity and corrections on imports translate into a small current account surplus, especially because export growth is likely to continue to decline and trade volume growth is expected to fall further, while the prices of most primary commodities will remain low.
Until then, as the economic numbers turn significantly weaker, the risk of capital withdrawal and currency weakness remains.
The government should make it compulsory for all on-shore transactions to be in rupiah. I think there would not be much leeway for Bank Indonesia to lower its benchmark interest rate because a significant easing of the monetary stance could affect the rupiah.
The differentials between the BI Rate and the U.S. Fed funds should be kept relatively high to encourage investors and depositors to hold onto their rupiah assets.
We expect the current rupiah overshoot to recover to Rp 9,800 per dollar by end 2009. What about the Indonesian stock exchange?
Sorry, its almost an impossible call as the current trading level is totally divorced from the fundamentals of the economy. What are the prospects for government and corporate bonds?
New government and corporate bond issuance will remain difficult in our view until global liquidity eases more significantly and global currency fluctuations stabilize (in part reflecting the end of capital repatriation on a large scale back to the American dollar) and risk appetite thus returns.
However, investors would still be interested in both corporate and government bonds at the right prices, meaning that investors would demand high yields, perhaps as high as 16 percent.
Bonds from extremely well managed companies operating in sectors with high-growth prospects in the future still have a good chance on the market.

Minggu, 23 November 2008

By The Way: Batik, a symbol of Javanese domination?

Sun, 11/23/2008 10:32 AM Headlines
Sri Muljani Indrawati and Mari Elka Pangestu are the icons of Indonesian batik. The two women in President Susilo Bambang Yudhoyono's cabinet can be seen sporting batik dresses perhaps more often than any other public figures.
The two look elegant and comfortable as they go about the business of managing the country's economy.
Batik is experiencing somewhat of a resurgent lately, with more and more people wearing the designs regularly, even to work. In the past, batik was generally reserved for special occasions, such as wedding ceremonies; most men for example would keep just two or three in their wardrobe.
Today, government agencies, state enterprises and an increasing number of private companies, make Friday "batik day" or "casual wear" day. The batik industry has responded to this by introducing more creative designs and motifs.
Short-sleeve batik shirts, long dismissed as too casual, are now in vogue even for office attire.
Personally, this is important for me. I am one of the few Indonesians who have never felt comfortable wearing batik. And if you don't feel comfortable in something, you just don't look good in it. Thankfully, a short sleeve batik shirt is not as torturous as the long ones.
I felt somewhat unpatriotic at times whenever the nation gets up in arms at Malaysia for promoting their own batik styles, and more recently at China, which has flooded malls in Jakarta with their batiks.
The resurgence in batik in Indonesiais in part a response to this growing intrusion into what Indonesians feel is our heritage. If Japan in the 1970s and 1980s had a slogan "Buy Japanese First", then Indonesians are now being told wear batik if they love their country.
I, for one, don't buy this at all.
Batik is an ancient method of dyeing fabric that was developed in Java -- so it's more correct to say that its part of Javanese heritage.
We Sumatrans have kain or songket and Baju Melayu or Teluk Belanga as traditional costumes for men. Admittedly, I'd never be seen dead in one of those.
I don't think Indonesia has the right to accuse other countries of stealing our batik. Wax printing methods have been around for centuries, which I think makes it a sort of an "open source" style. What we, or rather what the Javanese have done, is to develop the designs into a higher form of artistic expression.
The Javanese claim to batik is more a claim to specific motifs and designs. Indeed, no one can take this away from them, but if you think about it that way, there is no such thing as Indonesian batik in Indonesia, just as there is no such thing as Chinese restaurant in China or a Padang foodstall in Padang.
In Indonesia, batik aficionados recognize Yogya batiks, Solo batiks, Pekalongan batiks or Cirebon batiks for their unique designs. But there is no such thing as Indonesian batik.
The Malaysians, Indians, Chinese and Africans have every right to claim their own batiks, at least as far as motifs and designs are concerned. Incidentally, if Wikipedia is to be believed, Nelson Mandela is not wearing Indonesian batik. He may have worn a few from Iwan Tirta's collections, but apparently most of his Madiba shirts are supplied by a South African designer.
My sorry excuse for not wearing batik is that to me it is just another form of Javanese cultural domination that we other ethnic groups in Indonesia have had to endure.
They already dominate the nation through the sheer size of their numbers, especially among the ruling elite. Their culture permeates our lives, and batik is just another part of this.
But you can't win them all.
We Sumatrans won the language war back in 1928 when the Javanese, the largest cultural group in what is now Indonesia, agreed to use Malay as the root for Bahasa Indonesia, the national language. That's a huge concession on their part that no amount of "Javanization" of our local cultures can ever match.
Perhaps, I'll start wearing that batik shirt after all, if only to preserve Malay's linguistic domination.
-- Eric Musa Piliang

New system to give early warning of tsunamis

Andra Wisnu , The Jakarta Post , Kuta Wed, 11/12/2008 10:49 AM Bali
Local administration officials hope a new Tsunami Early Warning System (TEWS), which was tested successfully on Tuesday, will be able alert tourists and Balinese of the possibility of a tsunami and help prevent fatalities.
I Nyoman Suarsa, head of services at the Bali Geophysics and Meteorology Agency (BMG), said the testing of the warning system was conducted to familiarize tourists and Balinese of the warning sound for an incoming tsunami.
"Hopefully, if there is a real threat of a tsunami, people will know to get away from the beaches," Suarsa said after supervising a test run in Kuta.
The test was a synchronized event, with President Susilo Bambang Yudhoyono launching the warning system and running the test from Jakarta.
The TEWS connects warning siren towers in five provinces -- Nanggroe Aceh Darussalam, West Sumatra, Bengkulu, Banten and Bali -- via satellite with regional tsunami centers in Medan, Padang, Tangerang, Yogyakarta, Denpasar, Kupang, Makassar, Manado, Ambon and Jayapura.
The test in Bali, which is one hour ahead of Jakarta, ran slightly late due to a longer-than-expected ceremonial procession in the capital. The alarm was scheduled for 11:00 a.m. East Indonesia Time and, when it didn't, officials scrambled to check whether the sirens were malfunctioning.
The test was, in the end, a success with the siren blaring loudly for a minute at around 12:10 p.m. East Indonesia Time.
"Now that the people know what a tsunami warning sounds like, and we know that it actually works, we can relax a little," Suarsa said.
"After the test, the authority to sound the sirens will be handed to the local administration, so we are now more prepared to deal with a tsunami," he said.
Six tsunami siren towers have been installed across Bali -- in Kuta, Jalan Double Six at Seminyak, Nusa Dua, Benoa Bay, Kedonganan and Sanur. All of them went off successfully, except for the one in Nusa Dua, due to an on-going international convention there.
Bali remains one of Indonesia's most tsunami prone provinces, as the region is flanked by two offshore tectonic plates north and south of the island.
Bali's BMG office detects an average of three earthquakes each day, Suarsa said, with intensities below 5.0 on the Richter scale.
In October, Bali experienced 110 earthquakes while its neighboring region, West Nusa Tenggara, experienced 281. The earthquakes were not felt because they were too low in magnitude, with epicenters far from the mainland.
Aceh holds the dubious distinction of being the area most recently affected by a disastrous tsunami. Parts of the island were leveled in 2004 following an earthquake with a magnitude of 9.15, which killed more than 200,000 people and displaced more than 1.7 million people in 12 countries.

Banten abounds in archeological treasures

The Jakarta Post , Jakarta Sat, 07/10/1999 7:39 AM Life
JAKARTA (JP): Once a glittering sultanate and bustling seaport, the past glory of Banten on the northwest coast of Java is now fading.
Banten, once the center of the Pakuan Padjadjaran Hindu kingdom and one of the most powerful Islamic sultanates in Java, was a major gateway to theisland of Java between the 16th and 17th century.
Business in Banten at this time thrived. Traders coming from China, India, Turkey, Britain, Portugal and the Netherlands were frequent visitorsto the old Banten harbor in the present-day village of Karangatu, north of Banten.
Spice, silk, Chinese ceramics, gold, jewelry and other Asian goods attracted European merchants. Banten was a pioneer in international trade. Banten, which covered present-day Serang, Pandeglang, Lebak and Tangerang, was also known as an educational center for Islamic studies.
Hasan Muarif Ambary, professor of archaeology at the National Archaeological Research Center, believes the past triumphs of Banten can betraced through folklore, ancient manuscripts, religious books and cultural materials, including architecture, technology, the arts and the social patterns of the Banten community.
""Banten owns very rich archeological remains, both from the pre-Hindu, Hindu and Islamic periods. These remains show how important the area was inthe past,"" he said.
In a comprehensive study of Banten, included in his book Menemukan Peradaban, Jejak Arkeologis dan Historis Islam (In Search of Civilization, Archeological Traces and Islamic History), Ambary divided the history of Banten into several periods: the Hindu era, also called the Banten Girang period; the Islamic sultanate; Dutch colonialism; Japanese occupation; andcontemporary Banten.
From the 12th to the 15th century, Banten was part of the Hindu Kingdom of Pakuan Padjadjaran, which was centered in Banten Girang in what is present-day Serang.
The indigenous Baduy in Banten are said to belong to the ancient Padjadjaran people.
The Islamic period started in 1525 when Sunan Gunung Jati, one of the Wali Songo (ten respected Islamic leaders who spread Islam in Java), and Maulana Hassanudin from the Demak sultanate brought Islam to Banten and other areas of West Java.
Ambary said that during this period, Banten experienced an intense religious and cultural transformation from Hinduism to Islam. Power shiftedfrom the Padjadjaran kingdom to an Islamic sultanate led by Maulana Hassanudin. The capital city was moved from Banten Girang to Surosowan, andBanten grew as a megalopolis during the reign of Sultan Ageng Tirtayasa.
""Evidence shows that Banten was an important place in the past, especially during the Islamic period,"" Ambary said.
Its treasures, including the Grand Mosque, the ruins of the Kaibon and Surosowan palaces, the Tasik Ardi lake complex, the octagonal minaret, the Klenteng Chinese temple and many other precious legacies, are a mixture of East and West.
Tolerance
""Banten was an open place with broad-minded leaders who accepted culturaland religious differences,"" Ambary said.
The mixture of Islam and Hinduism, and East and West are clearly reflected in the architectural legacy, he said.
Tasik Ardi lake, believed to have been a place of seclusion for Banten's sultans and a source of fresh water for the community, is one such example.The landscape and buildings surrounding the lake are a rich blend of Hindu and Islamic architecture. The gate to the lake was built in the form of a Bentar, a style of Hindu architecture.
The Kaibon and Surosowan palaces also show an intense combination of Hindu and Islamic influences.
The mix of Eastern and Western styles also enrich Banten's architectural heritage. Tiyamah and an octagonal minaret in the great mosque of Banten clearly demonstrate the meeting of local, Chinese and Western influences.
Tiyamah was designed by Portuguese architect Lucazs Cardel, while the 30-meter-high minaret was designed by a Chinese named Cek-ban-cut.
""All these material things actually manifest the social and political patterns of the people of Banten during that period,"" Ambary said.
His study shows the Muslim sultans were progressive and tolerant toward non-Islamic communities. They allowed ""foreign architects"" to design buildings for religious activities. They also allowed Chinese residents to build their own places of worship, including the Klenteng Chinese temple and Vihara Buddhist temple. A Hindu community also existed in Banten duringthe Islamic sultanate period.
Banten was a melting pot of various ethnic groups, including the indigenous Sundanese, the Javanese, the seafaring Bugis from South Sulawesi, the Madurese and native Chinese.
According to the late archaeology professor Kuntjaraningrat, Banten was once an advanced royal territory with highly cultured people.
The capital city of Surosowan was a well-ordered urban center, with 33 distinct communities divided according to the profession of community members.
The Banten sultanate began to crumble with the landing of Captain Cornelis de Houtman and the first Dutch ship in Banter harbor in l596.
The then multinational trading system was destroyed by the monopolistic practices of the Dutch traders. In the early l8th century, Dutch governor General Daendels dissolved the Banten sultanate and divided it into three small regencies.
The Dutch then took control of the economic and social structures of Banten.
""Political intervention from the Dutch angered the people of Banten and planted in them the seed of hatred toward outsiders, the Dutch especially,""Ambary said.
Since this time, the people of Banten have been plagued with disaster andanguish. They have been involved in wars and conflicts with the Dutch. The eruption of Krakatau volcano in the early l9th century and Japanese occupation made matters worse for the people of Banten.
""Because of these ongoing traumas, a lot of people from Banten are stern,defensive and reticent,"" he said.
Some sought alternative forms of mysticism, while others retained their strong Islamic belief.
""The long history of Banten has shaped the lives of its present-day residents, who now play less important roles on the current social and political stages,"" he said.
In facing the era of industrialization and globalization, Banten should revitalize its past achievements or it will continue to be excluded from development.

Bali tourism fully recovers ... so what?

Hyginus Hardoyo , Denpasar Tue, 11/11/2008 10:54 AM Opinion
Concerted efforts designed to revive Bali's tourism industry, which had been devastated by two violent bomb attacks on the resort island in 2002 and 2005, have born fruit.
The tourism industry in Bali -- an island which is known by many names, including the island of Gods, the island of paradise and the island with thousands of temples -- has recorded steady growth as proven, among other things, by the sharply rising number of foreign tourist arrivals.
The Central Bureau of Statistics (BPS) has projected that the total number of foreign tourists to Bali will continue increasing to more than 2 million by the end of this year -- a great contribution to Indonesia's 2008 target to attract about 7 million foreign travelers.
Everyone is happy about the promising progress. Balinese tourism operators and government officials feel upbeat with some of them stating Bali's tourism industry has fully recovered from its near collapse.
Despite the global economic crisis, they are confident that foreign tourists will continue to come at least until the end of the year, thereby pushing the industry's growth rate over its pre-bombings rate.
But even though there is this rosy projection, does the tourism industry greatly contribute to the Balinese people and improve the local people's welfare? Is the industry developing as expected?
The answer will vary, as it depends upon which viewpoint one answers the question from.
But for sure, local observers are of the opinion that, aside from the large amount of contribution to the locals, its tourism industry has been overdeveloped.
Bali is on the brink of destruction due to mismanagement in tapping its local potential, they say. Tourism which initially functioned merely as a supporting sector has been excessively developed, while agriculture, which used to be the backbone of the island's economy, has been neglected and even been sacrificed for the sake of tourism.
There are many instances of this, including the widespread conversion of paddy fields with their beautiful scenery into construction sites for hotels and villas, and the confiscation of a beach by tourism investors, which was home to Hindu religious ceremonies, according to observers.
And not only that, hilly areas which function as water catchment areas have also been altered into tourism facilities, including luxury hotels, villas and restaurants. Forests, which should have been maintained as green areas, have been widely encroached upon for the sake of tourism.
Such a phenomenon is feared to lead Bali to destruction, not only its lands, environment, traditions and cultures but also Hinduism, the religion of most of the island's population.
Its two deadly bombing incidents have actually awakened the awareness among all Balinese that tourism is actually not everything. They realized that the policy of sidelining agriculture was wrong.
It turns out that emphasizing and developing tourism without balancing it with other sectors dooms it to failure. Imbalances take place not only in investment, but also in revenue collection.
Data from the Bali Post daily shows that tourism investment between 1967 and 2001 was Rp 13.9 trillion (US$1.46 billion in current rates) as compared to only Rp 272.8 billion in agriculture during the same period. According to the 2002 figure, up to 550,000 Balinese people relied on agriculture for their livelihoods.
Imbalances in investment have led to disparities in revenues. Despite the fast growth in tourism development, its fruits have not been equally distributed throughout the island. People living near or around the tourist centers enjoy the most, while those residing farther away receive very little and many others can only witness the hustle and bustle of its development.
Such a trend can be seen from the fact that 75 percent of locally generated revenues are contributed by Denpasar municipality and Badung regency -- home to several famous tourist sites such as Kuta, Nusa Dua and Jimbaran beaches -- with the remaining 25 percent coming from the other seven regencies on the island. It is claimed that such imbalances do not reflect the feelings of justice, togetherness and equality.
The imbalances have led to unbalanced growth rate in development programs as well. In 2001 almost 75 percent of low-income earners were from Karangasem, Buleleng and Jembrana regencies.
According to data of the Bali chapter of BPS, about 215.700 Balinese were classified as poor in March 2008, or about 6.17 percent of the total Balinese population of 3.5 million.
In order to avoid destruction and at the same time create an equitable development program with an equitable distribution of its fruits, there must be an awareness among the Balinese themselves about the importance of correcting the mistakes.
What has attracted tourists to Bali is its living heritage -- primarily its people, their traditions and warmth and its landscape.
A comprehensive endeavor has to be made by all stratum of the Balinese people, including the provincial administration, legislature, judiciary and regency governments, to design policies which prioritize the preservation of the local traditions, environment and communities.
Because if all of this is lost simply due to ambitious but poor planning, it is feared that Bali will lose its charm and luster.
The author is a staff writer at The Jakarta Post.

Cultural parade marks the end of Kuta Carnival

Dicky Christanto , The Jakarta Post , Kuta Mon, 10/27/2008 1:02 PM Bali
The week-long Kuta Carnival ended with a bang Sunday, as thousands gathered to witness its final show: a cultural parade showcasing the eclectic variations of Bali's cultural sensibilities.
Forty-five participants, rangeing from musicians to Harley Davidson bikers, paraded around a 4-kilometer circuit from Jl. Kuta to Jl. Legian for a closing performance.
Traditional artists, including bleganjur musicians and traditional dancers, pranced the streets, entertaining the massive crowd.
"As a Balinese, I am proud that this event has attracted a lot of attention from many foreign tourists," Komang Widagda, a spectator, said.
"I hope that this event will receive a place in the heart of many tourists so that they will come and visit this island again soon."
The carnival, the sixth since its inception in 2003, has reportedly become one of the most popular events for tourists on the island. Foreign tourists inundated almost all the events organized during the Kuta Carnival.
The inauguration of foreign tourists as Bali "kings" and "queens", the traditional wrestling competition, the piglet chasing competition and the Kuta food festival were crowd favorites at the carnival.
Komang Graha Wicaksana, Kuta Carnival's organizing committee chairman, said he was happy with the carnival because the number of visitors attending the festival had increased significantly from last year.
"We have done our best this year. I hope that we will come with become something bigger and more attractive next year,"he said at the closing performance.
For the final show, lifeguards threw a flower bouquet from a helicopter as they passed above Kuta Beach as the songa distance", written by American singer-songwriter Julie Gold and made popular by American actress-songstress Bette Midler, echoed in the background.
"The song is a symbol of peace," one committee member said.
Nyoman Puasha Aryana, a spokesman from the city administration who attended the closing ceremony, said the local government appreciated all the effort put in to promote tourism on the island.
"I encourage the committee to continue this carnival next year."
The government welcomes any ideas on how to help them promote Bali in the future, he said.
"We hope that such a festivity will not only happen during high season, but also in the low season so that interesting attractions color Bali all year round."

Travel advice doesn't keep tourists from the beaches

Andra Wisnu , The Jakarta Post , Denpasar Mon, 11/03/2008 10:27 AM Bali
The recent travel warning issued by the Australian government does not seem to have affected holiday-makers, as many popular tourist areas such as Kuta beach remain heavily populated by foreign tourists, Australian and otherwise.
According to The Jakarta Post's observation, areas such as Sanur beach and Kuta beach remain inundated by tourists from all over the world.
Australian national Angelo Ieraci, 47, who has been in Bali for about a week, said he took the travel warning seriously but insisted on coming to Bali, since he had already made flights and accommodation bookings.
"You expect the Australian government to do what they can to protect their people you know, but since I'm already here, I'll leave it up to the Indonesian police", he said while walking along Kuta beach on Sunday.
"And I think they got pretty good intelligence on what's going on", he said.
On Sunday, Australian Foreign Minister Stephen Smith warned Australians to reconsider travel plans to Bali and, if they insisted on going, to stay away from places that could be targeted for attack, as reported by the AFP.
Smith's comment was made in light of the Indonesian government's plan to execute the perpetrators of the 2002 Bali bombings sometime this month. The attacks killed 202 people, mostly foreigners.
The government has delayed the execution of the three bombers, Amrozi, Mukhlas and Imam Samudra, several times before. But increased security on Nusakambangan island in Cilacap, Central Java, where the three prisoners are being held, as well as at numerous checkpoints across Central Java and Bali, has led many to believe that the government is serious this time.
When asked about the government's plans to execute the bombers this month, Ieraci welcomed the decision.
"The Indonesian government should just end this and give people some closure", he said.
Australian Diana Joyce, 50, who traveled with Angelo, said she knew about the execution plan and the Australian travel warning that followed, but insisted on traveling because she believed that she can not hide from the threat of terrorism.
"Shit is going to happen anyway", she said. "We just carry on".
Erik Johnsen, 28, from Norway's capital of Oslo, said he knew about the Australian travel advisory because he often checks for travel warnings issued on the countries he planned to visit.
Johnsen, who arrived in Bali on Tuesday, said the travel warning does not ruin his plans to surf Kuta beach's waves though, adding that he may consider staying away from crowded areas.
"Of course you always take (travel warnings) seriously, but what do those governments know anyway", he said.
Bali Provincial Police Chief Insp. Gen. Ashikin Husein said the police have deployed 3,500 police officers in the street as a preemptive measure against any possible attack.
He said the police have not detected any signs of a direct threat and gave the go-ahead for the execution.
The bombers, who have been placed in isolation, which suggests an execution is imminent, will be executed by firing squad.

Bali torch relay to start at Mount Merapi

Niken Prathivi, The Jakarta Post, Jakarta ,
The route for the inaugural Asian Beach Games' torch relay was revealed Friday, but organizers are still undecided over how to transport the torch during its Jakarta leg. Sat, 09/27/2008 10:36 AM Sports
The torch will be paraded in Jakarta before heading to Bali for an inland tour of the island. The games, featuring 19 beach sports, will run from Oct. 18 to 26.
"From Mount Merapi, the flame then will be brought to Jakarta and given to President Susilo Bambang Yudhoyono, before it headed for Bali the next day," Rita said during a signing ceremony with sponsor Samsung in Jakarta. Samsung will provide computers for the media center during the games.
However, Rita said they had yet to decide on how the torch would be transported between Jakarta and Bali.
"We haven't decided yet whether the flame should be transported by air or land," she said.
She said the Bali relay would tour all nine districts, including Badung and Denpasar, which will host the majority of the sports.
"Each district will field 45 torch bearers comprising local athletes, officials and administrators. BOGOC (Beijing Organizing Committee for the Olympic Games) has stated their willingness to help provide the lantern for the torch relay," she added.
The torch is expected to reach Garuda Wisnu Kencana Cultural Park on October 18, when President Yudhoyono will officially open the games.
"Preparations for the opening ceremony are on track. It will start at 8 p.m. local time.
"The show will highlight Indonesian cultural arts, featuring international performers such as our own singer Anggun C. Sasmi and Christian Bautista (of the Philippines), as well as notable composer Erwin Gutawa," Rita said, adding that Anggun, who resides in Canada, would sing the Bali Games anthem.
Forty-three out of 45 Asian countries are reported to have confirmed their participation, leaving Bhutan and Kyrgyztan the only nations yet to join.

Belakang Padang Island 'soothes longing hearts'

Fadli , The Jakarta Post , Belakang Padang, Batam Mon, 10/13/2008 11:40 AM Potpourri

A wooden boat carries passengers from Belakang Padang Island to Batam Island. In this picture, skyscrapers in Singapore can be seen in the distance. (JP/Fadli)
If not separated by an ocean, Singapore's skyscrapers could be part of Belakang Padang Island.
But due to the seven-mile expanse of water, Belakang Padang has a totally different landscape from that of Singapore: They are as different as night and day.
"We used to take a wooden boat to Singapore. No passport was required. We sold fish and they paid in dollars, not rupiah," said Wak Haji Jantan, 65, a resident of Belakang Padang, recalling his heyday as a transboundary trader.
In the past, people from Belakang Padang could easily travel back and forth to Singapore to sell their products and purchase low-priced electronic goods. Many of them also worked in Singapore.
But strict security measures imposed by both Singapore and Indonesia in the 1980s cut off their freedom of traveling to the country.
Belakang Padang is one of 300 islands under the Batam City administration.
"But it (the development in Belakang Padang) is far behind that of Batam. Luckily we still have a pristine environment and it is not noisy like it is there," Jantan said.
Belakang Padang, which covers 4,202 hectares and has a population of 19,000 people, is located southwest of Batam and only 15 minutes away by wooden boat, locally called kapal pancung.
Everyday about 200 such boats serve the Batam-Belakang Padang route, a single trip costing Rp 8,000 (84 US cents). The boats are about five meters long and one-and-a-half meters wide. Life jackets are not available onboard and there is only a canvas roof to protect passengers from the rain or scorching sunshine.
Strong waves often rock the boats, especially when they encounter the large ferries that go to and fro between Batam and Singapore. First-time riders are usually gripped with fear when the small boats zig-zag up and down along with the waves, as if they could be drawn down into the water.
But the sailors are local residents who have an amazing ability to control the boats, thanks to their experiences riding the waves.
On a kapal pancung ride from Batam to Belakang Padang, two islands can be spotted ahead. On the left, with lines of houses along a densely-populated coast, is Belakang Padang; on the right a mile away is Sambu Island with large silver tanks seen at its edge. It is the national fuel depot for Sumatra.
A long time ago, when Batam was mostly covered by forest, Belakang Padang had already been claimed as a district of the Riau Islands Regency. When Batam built its first industry zones in the 1970s, Belakang Padang was left behind.
Batam residents would go to Belakang Padang to take care of government or administration matters, but now the tables have turned.
The existence of the Belakang Padang Special Immigration Office is proof that the island was once a bustling place. Even though it is now under the Batam city administration, which has its own immigration office, the office in Belakang Padang is still in operation.
Visiting Belakang Padang is like breathing fresh air. The friendly atmosphere is obvious on this island and the thick Malay dialect can be heard from every corner. It is different from Batam, where various dialects are heard.
There is no noise from vehicles, just the distant roaring of boat engines.
Only two four-wheeled vehicles are on the island -- a garbage truck and an ambulance. Some residents have motorcycles but none own a car, even though the roads are in satisfactory condition.
The only other type of vehicular transportation available are three-wheel pedicabs, which are used for public transport along with motorcycle taxis (ojek).
Many ojek drivers wait for passengers at the harbor, ready to serve people who get off the boats. It takes less than 30 minutes by motorcycle to go around the island for a Rp 30,000 fare.
Belakang Padang is a place to unwind where many come to relax and enjoy the serene panorama, far away from the madding crowd. The island is known as pulau penawar rindu, or an island to "sooth the longing hearts".
It has six districts: Tanjung Sari, Sekanak Raya, Pemping, Kasu, Pecong and Terong Island, and is notorious for its red-light district. Most of the clients are older men from Singapore, known as apek-apek, who usually visit on the weekends.
It is also known as the Island of Amat, the Dutch. Amat was a local man and tall with fair skin like a Westerner. He was probably an albino, but he was often referred to as a "Dutch".
People prefer to call it the Island of Amat the Dutch as they do not like the island's other name: Pulau Babi or, the Island of Pigs, so called for the many pig farms on the island that produce pork meat which is sold in Singapore.
Pork is forbidden by Islamic law, so many residents do not like the pig name.
Belakang Padang is also famous for its gasing or top spinning, a traditional game popular among Indonesians and Malays.
Jumain, a local resident from Sakanak village, received an award from President Susilo Bambang Yudhoyono in 2006 for preserving the traditional game.
He had built a small gasing arena in front of his house, and was dubbed "president gasing". The modest gasing ground attracted many visitors, including the Malaysian culture and tourism minister.
Jumain died last year, but his love for gasing lives on in the hearts of gasing enthusiasts and the people of Belakang Padang Island.

Regular airlines prosper despite competition

Faisal Chaniago , Contributor , Jakarta Tue, 11/04/2008 10:38 AM Supplement
Competition in air transportation is becoming fiercer and fiercer. Various ways have been employed to gain a profit and one of these ways is the low-cost carrier (LCC) system.
Traveling by air is gaining greater popularity. The fact that there are many LCCs makes it easier to travel by air. Although LCCs are gaining greater popularity, there is still demand for flights on regular airlines.
One domestic airline that has quite high fares compared to LCCs is Garuda Indonesia. Despite the higher fares, this airline remains popular because it offers more services than LCCs.
Garuda offers various services to loyal customers. Take, for example, its city check-in facility. This facility enables a passenger to choose a plane seat 24 hours prior to departure. This is very helpful, particularly to those booked on a long-haul flight.
Another advantage of flying domestically with Garuda is the use of the international terminal, which is far more comfortable than the domestic terminal. A passenger feels so much more comfortable when checking in at the international terminal, which is more orderly than the domestic terminal. And the bathrooms at the international airport are better maintained.
The baggage allowance with Garuda is also higher than it is with an LCC, namely 20 kg compared to 15 kg with the latter.
When boarding, a passenger is welcomed with sincere smiles from the cabin staff. Although many people seem to think that the cabin staff are not that young, in reality this is an advantage in that they are calmer and have more experienced in serving passengers. When a passenger travels with a child, he or she will find that the cabin staff are adept at interacting with the child.
Another striking difference in service is the food served on flights. No food is served on board LCC flights, unless a passenger buys it. When traveling long distance with a regular airline, at mealtimes passengers are served complete meals with a choice of drinks. If the flight distance is short, for example between Jakarta and Yogyakarta, and the flight does not take place during a mealtime, passengers are served a snack and a choice of drinks.
A regular carrier is also more likely to have its own aircraft maintenance center.
Garuda Indonesia CEO Emirsyah Satar said, "We offer better services and comfort. Garuda never stops improving its performance from various organizational aspects, including the aspect of services to passengers."
In a similar vein, Garuda Indonesia commercial director Agus Priyanto said improvements in its human resources, particularly in terms of service, covers the services and quality of cabin staff because passengers have often complained that cabin staff do not move as quickly as expected because they are no longer young.
"We acknowledge that many of Garuda's promises in terms of service have yet to be met and we consider this 'criminal' and something that needs correcting. Garuda is optimistic it can improve the quality of its services starting this year. One of the reasons for this optimism is the fact that, while in previous years Garuda sustained losses, last year Garuda booked a profit of Rp 259 billion."
Agus stressed that in 2009, Garuda Indonesia would add 10 new Boeing-777 aircraft to its fleet. This illustrates that the presence of LCCs has not affected the business of the carrier.
A number of regular airlines from abroad have also opened routes between their home base and Jakarta. One of these is Saudi Arabian Airlines, which offers television and game facilities on its new aircraft flying the Jakarta-Jeddah route. Child passengers are given a bag containing toys and activities to keep them occupied during the nine-hour flight.
Passengers flying this route with the Saudi airline are served more than one meal. Passengers are first served juice or soda, and a few hours later a full meal. Toward the end of the flight, snacks and drinks are served.
Singapore Airlines, or SQ as it is widely known as, has similar services. SQ is one of the leading carriers in the world, and has become a leader in international flights because of its excellent service. Excellent service has led to SQ consistently booking considerable profit from year to year despite the fact that many other airlines have gone bankrupt.
SQ has earned citations in various respects, for example in the categories of Best Airline, Best Business Class, Best Cabin Crew Service, Best In Flight Food, Best for Punctuality and Safety, Best Air Cargo, Best for Business Traveler.
In its development, SQ carries out research to discover how it can improve its services to ensure customer satisfaction.
Customers are all important, Singapore Airlines CEO Chew Choon Seng said, and as such the airline does all it can keep passengers happy during flights. At the same time, SQ constantly develops its employees so that they can support the creation of excellent services.
Excellent services also need employees that quite clearly understand what these services are. Therefore, on every occasion, training is provided to employees. In addition, the system is always developed and a good business process is carried out consistently.
In addition, SQ carries out benchmarking to compare services in the industry in order to be able to create services that customers will not only find satisfactory but that will exceed their expectations. In this way, SQ aims for customer loyalty, so that at the end of the day, SQ can be assured of reaping a profit.